Adzan
Subuh berkumandang membangunkan kami yang sedang terlelap di dalam mobil, kami
segera keluar dan udara dingin pegunungan dengan sigap menyambut kami. Sekitar
9 mobil milik teman-teman VES community Jawa Timur yang mengantar kami, sudah
berjajar rapi di halaman balai desa. Namun ternyata, ini bukan desa yang kami
tuju. Kami masih harus melakukan perjalanan kurang lebih 1 jam untuk sampai di
SDN Keduwung II, Desa Keduwung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan yang
merupakan desa teratas di kecamatan Puspo. Perjalanan menuju lokasi utama
sengaja dilakukan menunggu langit cerah, karena medan yang begitu ekstrim
sehingga sangat berisiko tinggi jika kami memaksakan berangkat saat langit
masih petang. Setelah Sholat Subuh dan melakukan beberapa persiapan, termasuk
memakai kaos Teaching and Traveling 7
1000 guru Surabaya, kami segera berangkat agar tidak kesiangan. Perjalanan
keatas diluar perkiraan kami para volunteer, jalan beraspal sudah tidak kami
temui lagi, jalanan berliku-liku dan semakin terjal, jalanan berlumpur dan
jalanan makadam pun tak menghentikan perjalanan kami yang membawa misi mulia.
Ada kendala di beberapa kendaraan sehingga tidak memungkinkan untuk melanjutkan
perjalanan ke atas sehingga harus ditinggal di Desa terakhir. Doa selalu kami
panjatkan agar diberi kemudahan untuk bisa segera sampai di atas dengan
selamat. Jalanan yang begitu ekstrim terbayarkan dengan pemandangan yang begitu
indah.
Perjalanan Menuju Desa Keduwung |
Senyum ramah warga menyambut kedatangan kami, ada sekitar 250 kepala keluarga di desa ini. Tak hanya warga yang menyambut kami dengan ramah, anjing-anjingpun yang berkeliaran bebas begitu antusias menyapa kami. Tak lama kemudian, kami melihat siswa-siswi memakai seragam pramuka seadanya, berjajar rapi di depan gedung sekolahnya yang begitu sederhana. Dengan wajah polos dan pipi merah merona khas masyarakat pegunungan, mereka berdiri penuh tanya karena memang mereka belum pernah mendapat tamu seperti kami. Namun tak perlu waktu lama untuk mendapat senyum lembut di wajah mereka, mereka juga begitu ramah dan ceria menyambut kami. Semangat dan antusiasme mereka membuat kami semakin tak sabar untuk memulai kegiatan Teaching bersama mereka.
Ice breaking sebelum masuk kelas |
Bintang Harapan |
Kabut
mulai naik, udara dingin terasa semakin menusuk tubuh kami yang belum terbiasa
tinggal di daerah pegunungan. Kegiatan Teaching berakhir kurang lebih pukul 12.00,
setelah itu pembagian bingkisan berupa tas dan peralatan sekolah lainnya dengan
harapan membakar lagi semangat mereka. Kegiatan kami tak berhenti sampai
disana. Pada hari itu, teragendakan juga kegiatan berobat gratis yang
dilaksanakan di polindes bekerja sama dengan puskesmas wilayah setempat, selain
itu juga akan dilakukan pembagian sembako bagi siswa SDN Keduwung II yang
kurang mampu, dimana kami akan melakukan kunjungan langsung di rumah siswa.
Namun, kegiatan sempat tertunda sebentar karena hujan lebat yang turun. Hujan
mampu memberhentikan sejenak aktivitas kami, namun hujan takkan mampu
memberhentikan semangat kami untuk berbagi. Kami pun tetap melanjutkan kegiatan
dengan memakai jas hujan yang sudah kami bawa dari rumah masing-masing.
Sore
harinya, tanpa ada yang mengkomando adik-adik suku tengger berkumpul dihalaman
sekolah, kami pun melupakan waktu istirahat dan segera beranjak bermain dengan
mereka. Suasana sore yang begitu dingin, terhangatkan dengan keceriaan kami. Kami
bermain mulai dari petak umpet, kucing dan tikus, domikado, cublek-cublek
suweng, hingga tebak-tebakkan. Semua penuh dengan tawa canda. Sore hari itu,
kami tutup dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, lantunan lagu kebanggaan untuk
negeri nan indah ini.
Malam
harinya kami bersama seluruh tim melakukan sharing
season, saat yang tepat untuk saling mengenal satu sama lain agar lebih
dekat. Koordinator 1000 guru Surabaya, kak Andra menutup malam itu dengan
sebuah kalimat, “Guru memang bertugas sebagai pendidik, namun seorang pendidik
tidak harus berprofesi sebagai guru”.
Keesokan
harinya kami harus pulang lebih cepat untuk mengantisipasi sebelum hujan turun.
Karena bisa dipastikan kami tidak akan bisa pulang hari itu jika hujan turun. Kegiatan
Teaching and Traveling ini memang
terasa begitu singkat, namun begitu besar harapan kami agar bisa bermanfaat untuk
sesama, khususnya adek-adek suku tengger yang harus tetap bersemangat menuntut
ilmu namun jauh dari fasilitas yang memadai. Setidaknya, kedatangan kami mampu menambah semangat bagi mereka dan
menumbuhkan kesadaran bersama bahwa kita harus berjuang bersama-sama untuk diri
kita sendiri, orang tua kita, agama kita, dan untuk Bangsa kita. Terimakasih
1000 Guru. Semoga selalu bermanfaat dan menginspirasi kita semua.
0 Comments